Rabu, 03 Oktober 2012

Bahan Pakan Ternak yang Mengandung Energi 2

*Onggok :

               Onggok merupakan limbah padat agro industri pembuatan tepung tapioca yang dapat dijadikan sebagai media fermentasi dan sekaligus sebagai pakan ternak. Onggok dapat dijadikan sebagai sumber karbon dalam suatu media karena masih banyak mengandung PATI(75 %) yang tidak terekstrak, tetapi kandungan protein kasarnya rendah yaitu, 1.04 %berdasarkan bahan kering Penggunaan onggok untuk bahan baku penyusunan pakan ternak masih sangat terbatas, terutama untuk hewan monogastrik. Hal ini disebabkan kandungan proteinnya yang rendah disertai dengan kandungan serat kasarnya yang tinggi (lebih dari 35%).
                Penggunaan onggok sebagai pakan ternak dihadapkan pada beberapa kendala, antara lain rendahnya nilai gizi (protein) dan masih tingginya kandungan sianida. Melalui teknologi fermentasi dengan Aspergillus niger diharapkan akan meningkatkan nilai gizi (yang dicarikan antara lain dengan meningkatnya kandungan protein kasar) dan menurunkan kandungan zat antinutrisi HCN pada onggok terolah. Menurut Supriyati  (2003), sebelum difermentasi onggok tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu, sampai kadar airnya maksimal 20% dan selanjutnya digiling.
Onggok yang telah difermrntasi  dianalisa  kandungan  nutriennya,  antara  onggok  dan  onggok  terfermentasi berbeda. Yaitu, kandungan protein kasar dan protein sejati, masing-masing meningkat dari 2,2 menjadi 18,4%. Sedang karbohidratnya menurun dari 51,8 menjadi 36,2% Sementara kandungan serat kasar onggok terfermentasi cenderung menurun. (Tabel1). Hal  ini  terjadi  karena  selama  fermentasi,  kapang  A.  niger  menggunakan  zat  gizi (terutama karbohidrat) untuk pertumbuhannya. Dan kandungan protein meningkat dari 2,2 menjadi 18,4%, dengan menggunakan urea dan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen.
Tabel 1. Komposisi gizi onggok
Gizi Tanpa ferementasi (%BK) Fermentasi (% BK)
Protein kasar 2,2 18,6
Karbohidrat 51,8 36,2
Abu 2,4 2,6
Serat Kasar 10,8 10,46

           Hasil penelitian Tabrany S, dkk menunjukkan bahwa fermentasi onggok dengan Aspergillus niger sampai 4 minggu secara statistik sangat nyata (p<0,01) meningkatkan kandungan protein kasar onggok terolah dan menurunkan (p<0,01) kandungan HCN onggok terolah serta cenderung meningkatkan kandungan GE onggok terolah.
 Sabrina et al (2008) telah mencoba memberikan campuran  onggok dan ampas tahu fermentasi 30 % (RD) memberikan produksi terbaik, berat telur tertinggi dan konversi ransum terendah  dibanding dengan perlakuan  perlakuan lainya  (Tabel 2)
 Tabel 2. Performa Ayam Dan Kualitas Telur yang Menggunakan Ransum Mengandung Onggok Fermentasi Dengan N.Crassa
Performa Ransum Perlakuan SE
RA RB RC RD
Konsumsi ransum (g/ekor/hari) 112.01B 112.50B 114.02A 114.79A 1.01
Produksi Hen Day  (%) 65.51D 67.94C 69.12B 71.40A 1.04
Bobot Telur (g/butir) 61.21B 63.07B 67.22A 67.78A 1.07
Massa Telur (g/ekor/hari) 39.61D 40.86C 43.73B 48.40A 1.23
Konversi Ransum (g/hari) 2.85D 2.76C 2.62B 2.55A 1.14
Warna kuning Telur 8.40D 9.00C 10.00B 10.60A 0.23
Kolesterol (mg/100g) 207.20A 175.40B 143.40C 117.80 3.73
 Dari penelitian lainya penggunaan  onggok  fermentasi  sampai  dengan  10%  dalam formulasi  pakan  ayam pedaging masih aman dan tidak menimbulkan dampak negatif. Artinya aman untuk dikonsumsi oleh ayam. Dan dapat meningkat produksinya masing-masing 9,7% dan 30,9%. Bobot telur juga meningkat pada ayam yang memperoleh ransum onggok terfermentasi (Tabel 2)
 Tabel 3. Pengaruh Penggunaan Onggok Terfermentasi dalam Ransum terhadap Kualitas  Telur.
Parameter Tanpa Onggok Terfermrntasi Dengan Onggok Terfermentasi
Jumlah Telur (butir) 10.00 10-.00
Bobot Telur (g) 39.60 42.78
Nilai Warna Kuning 6.50 6.00
Haught Unit 97.20 88.55
Tebal Kerabang 0.36 0.38
 Pada  percobaan  di  Balai  Penelitian  Ternak  Balitnak),  digunakan 144  ekor  ayam pedaging umur tiga hari, dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan. Masing-masing perlakuan (P1,  P2  dan  P3)  diberi  formula  pakan  dengan  tiga  tingkatan  onggok terfermentasi yang berbeda. Yaitu, P1: 0% (kontrol), P2: 5,0% dan P3: 10,0% (onggok terfermentasi) dalam pakan. Namun kandungan protein kasar dari ransum tersebut telah diperhitungkan dan untuk tiap-tiap formula adalah sebagai berikut: P1:  20,7%, P2: 21,04% dan P3: 21,05%. Percobaan dilakukan selama empat minggu.
Sedang pertambahan  bobot  badan  dari  kelompok  ayam  yang  memperoleh  pakan  onggok terfermentasi 10% (P3) sebesar 960 gram. Dan ini tidak berbeda nyata dengan kelompok ayam P2 (5% onggok terfermentasi). Pada kedua pertakuan (P2 dan P3), juga tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol (0% onggok terfermentasi), yang mempunyai bobot hidup sebesar 988 gram. Konsumsi pakan juga tidak berbeda antar perlakuan dan selama perlakuan konsumsi pada kel. P1, P2 dan P3, masing-masing adalah 1882, 1912 dan 1869 gram. Sedang untuk nilai konversi pakan adalah 1,90 untuk semua perlakuan.
Dengan demikian, maka onggok terfermentasi sampai dengan 10% dapat digunakan dalam formulasi pakan ayam pedaging. Dan terhadap persentase bobot karkas, bobot hati dan rempela juga tidak ada perbedaan yang nyata.
Namun, pemberian lebih tinggi dari 10%, perlu pengkajian lebih lanjut. Sebab pada penelitian sebelumnya pernah dilaporkan bahwa, penggunaan cassapro ubikayu, lebih dari 10% dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap pertambahan bobot badan maupun konversi pakan.

*Ampas Bir :
 
           Ampas bir terbuat dari gandum yang yang dimasak. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas bir dapat digunakan sebagai sumber protein. Korossi (1982) menyatakan bahwa ampas bir lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan ampas tahu. Sedangkan Pulungan, dkk. (1985) melaporkan bahwa ampas bir mengandung NDF, ADF yang rendah sedangkan presentase protein tinggi yang menunjukkan ampas bir berkualitas tinggi, tetapi mengandung bahan kering rendah. Komposisi zat gizi ampas bir dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Komposisi Zat-zat Makanan Ampas bir
Bahan
BK (%)
Prk (%)
SK (%)
LK (%)
NDF (%)
ADF (%)
Abu (%)
Ca (%)
P
(%)
Eb (Kkal)
Ampas Bir
13.3
21.0
23.58
10.49
51.93
25.63
2.96
0.53
0.24
4730
Ampas bir juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun makro yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm (Sumardi dan Patuan, 1983). Di samping memiliki kandungan zat gizi yang baik, ampas bir juga memiliki antinutrisi berupa asam fitat yang akan mengganggu penyerapan mineral bervalensi 2 terutama mineral Ca, Zn, Co, Mg, dan Cu, sehingga penggunaannya untuk unggas perlu hati-hati (Cullison, 1978).
2.2 Kelebihan
Grain bir, Makan Bir juga disebut, adalah produk-oleh dari produksi bir yang merupakan protein tingkat menengah (CP> 26%) feedstuff digunakan dalam pakan hewan. Mereka adalah sumber yang sangat baik berkualitas tinggi by-pass protein dan serat dicerna. Butir bir kering memiliki asam amino yang baik, mineral dan vitamin B konten. Hal ini sangat cocok dan dapat digunakan dalam berbagai ransum. butir bir kering adalah protein feedstuff tingkat menengah digunakan dalam pakan hewan. Mereka adalah sumber yang sangat baik berkualitas tinggi by-pass protein dan serat dicerna. Butir bir kering memiliki asam amino yang baik, mineral dan vitamin B konten.
2.3 Kelemahan
Meskipun ampas bir merupakan salah satu pakan tambahan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi tapi penggunaan ampas bir yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh negative pada ternak. Biasanya penggunaan yang berlebihan akan mengakibatkan ganguan pencernaan pada ternak ruminansia dan stress pada ternak non ruminansia.
2.4 Peranan
Surtleff dan Aoyagi (1979) melaporkan bahwa penggunaan ampas bir sangat baik digunakan sebagai ransum ternak sapi perah. Di Jawa Barat ampas bir telah banyak dan sudah biasa digunakan oleh peternak sebagai makanan ternak sapi potong untuk proses penggemukan. Di Taiwan ampas tahu digunakan sebagai pakan sapi perah mencapai 2-5 kg per ekor per hari (Heng-Chu, 2004), sedangkan di Jepang penggunaan ampas tahu untuk pakan ternak terutama sapi dan babi dapat mencapai 70% (Amaha, et al., 1996).
Penelitian telah dilakukan pada domba oleh Pulungan, dkk., (1984), di mana ternak percobaannya diberi ransum perlakuan (A) rumput lapangan (ad libitum), (B) rumput lapangan (ad libitum) + ampas bir 1,25% BB, (C) rumput lapangan (ad libitum) + ampas tahu 2,5% BB, (D) rumput lapangan (ad libitum) + ampas bir (ad libitum). Hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa domba yang mendapat rumput berkualitas rendah, ampas bir dapat diberikan sebagai ransum penggemukan dan dapat diberikan secara tak terbatas.
Knipscheer et al. (1983) melakukan penelitian pada kambing dan menyimpulkan bahwa pemberian ampas tahu dapat memberikan keuntungan dalam usaha peternakan kambing atau domba yang dipelihara secara intensif.
Ampas tahu merupakan sumber protein yang mudah terdegradasi di dalam rumen (Suryahadi, 1990) dengan laju degradasi sebesar 9,8% per jam dan rataan kecepatan produksi N-amonia nettonya sebesar 0,677 mM per jam (Sutardi, 1983). Penggunaan protein ampas tahu diharapkan akan lebih tinggi bila dilindungi dari degradasi dalam rumen (Suryahadi, 1990).
Penelitian yang dilakukan Karimullan (1991) menunjukkan bahwa perlindungan ampas tahu dengan tanin menurunkan kadar amonia cairan rumen, hal ini berarti bahwa pemanfaatan protein ampas tahu dapat secara langsung digunakan oleh induk semang tanpa mengalami degradasi oleh mikroba rumen (protein by pass). Namun demikian perlindungan ini juga menyebabkan kadar VFA menurun dan diikuti pula dengan penurunan bakteri dan protozoa rumen. Kemungkinan besar karena pasokan nutrien ampas tahu, begitu pula dengan protozoa tidak cukup suplai bakteri dan nutriennya bagi kebutuhan untuk pertumbuhannya akibat perlindungan ampas tahu tersebut oleh tannin gambir.


* Molases :




          Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pond dkk., (1995) yang menyatakan bahwa molasses adalah limbah utama industri pemurnian gula. Molases merupakan sumber energi yang esensial dengan kandungan gula didalamnya. Oleh karena itu, molasses telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pakan ternak dengan kandungan nutrisi atau zat gizi yang cukup baik. Molasses memiliki kandungan protein kasar 3,1 %; serat kasar 0,6 %; BETN 83,5 %; lemak kasar 0,9 %; dan abu 11,9 %.

Molasses dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Cane-molasses, merupakan molasses yang memiliki kandungan 25 – 40 % sukrosa dan 12 – 25 % gula pereduksi dengan total kadar gula 50 – 60 % atau lebih. Kadar protein kasar sekitar 3 % dan kadar abu sekitar 8 – 10 %, yang sebagian besar terbentuk dari K, Ca, Cl, dan garam sulfat; (2) Beet-molasses­ merupakan pakan pencahar yang normalnya diberikan pada ternak dalam jumlah kecil (Cheeke, 1999; McDonald dkk., 2001).

Kadar air dalam cairan molasses yaitu 15 – 25 % dan cairan tersebut berwarna hitam serta berupa sirup manis. Molasses yang diberikan pada level yang tinggi dapat berfungsi sebagai pencahar, akibat kandungan mineralnya cukup tinggi. Mollases dapat diberikan pada ternak ayam, babi, sapi dan kuda. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian mollases pada ransum ternak ruminansia adalah sebanyak 5 % yang terdiri dari jagung, dedak padi, tepung ikan, rumput gajah secara nyata dapat meningkatkan bobot badan. Akan tetapi penggunaan lebih dari 5 % akan berdampak negatif, yaitu berkurangnya peningkatan bobot badan karena energi pakan yang dihasilkan terlalu tinggi.

Berdasarkan hal tersebut, molases sering dimasukkan ke dalam ransum sebanyak 2 sampai 5 % untuk meningkatkan palatabilitas pakan. Molases dapat berfungsi sebagai pellet binder yang dalam pelaksanaanya dapat meningkatkan kualitas pelet. Penggunaan molasses pada industri pakan dengan level diatas 5 – 10 %, molasses dapat menyebabkan masalah, karena kekentalan dan terjadi pembentukan gumpalan pada mixer. Molases juga dapat digunakan sebagai bahan pakan untuk sejumlah industri fermentasi.

Selain memiliki fungsi yang bermanfaat sebagai pakan ternak, molasses juga dapat menyebabkan keracunan (molasses toxicity). Gejala-gejala yang dapat terlihat yaitu terjadinya inkoordinasi dan kebutaan yang disebabkan oleh deteorisasi otak yang hampir sama dengan nekrosi serebrokortikal. Keracunan tersebut kemungkinan disebabkan oleh defisiensi thiamin (Vitamin B1), menurunnya suplai glukosa ke dalam otak dan rumen statis. Pemberian hijauan berkualitas baik pada ternak dapat mencegah terjadinya keracunan tersebut.
Molases merupakan hasil samping pada industri pengolahan gula dengan wujud bentuk cair.

DAFTAR PUSTAKA
http://acadstaff.ugm.ac.id/profile_dosen_4.php?rand=MTMxNDcxNDg1
http://markusti.multiply.com
http://markustri.multiply.com/photos/album/17/Onggok_Ongok_Ampas_Tapioka
http://markustri.multiply.com/photos/album/17/Onggok_Ongok_Ampas_Tapioka
 ht tp://pemulungilmudankreasi.wordpress.com/
 http://wanipintar.blogspot.com/2009/09/pengaruh-penggunaan-onggok-yang.html
 http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr246027.pdf
http://onlinebuku.com/2009/01/02/pemanfaatan-onggok-fermentasi-sebagai-pakan-ternak/

 "Saya Tunggu Komentar dan Saran Anda"

Senin, 01 Oktober 2012

Bahan Pakan Ternak yang Mengandung Energi 1

* Dedak dan bekatul  :
 
          Proses penggilingan padi menjadi beras akan menghasilkan limbah  6-11 % dedak, 2-4 % bekatul, FAO telah membedakan pengertian dedak dan bekatul. Dedak merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi yang terdiri dari lapisan luar butiran beras (perikarp dan tegmen) serta sejumlah lembaga beras. Sedangkan bekatul, terdiri dari lapisan dalam butiran beras, yaitu lapisan aleuron/kuit ari, serta sebagian kecil endosperma berpati.
Dalam proses penggilingan padi di indonesia, dedak dihasilkan pada proses penyosohan pertama, sedangkan bekatul pada proses penyosohan kedua.

Gabah
|
pengupasan kulit
| –>> sekam
Beras pecah kulit (whole rice)
|
penyosohan pertama
| –>> dedak
Penyosohan kedua
| –>> bekatul
Beras sosoh (refined rice)

* Tapioka  :
 
           Tapioka adalah tepung yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon atau dalam bahasa indonesia yaitu singkong.Bahan pangan ini merupakan pati yang diekstrak dengan air dari umbi singkong (ketela pohon). Setelah disaring, bagian cairan dipisahkan denganampasnya.Cairan hasil saringan kemudian diendapkan. Bagian yang mengendap tersebutselanjutnya dikeringkan dan digiling hingga diperoleh butiran-butiran pati halus berwarna putih, yang disebut tapioka.
Tepung singkong diperoleh dengan cara menggiling umbi singkong yangtelah dikeringkan (gaplek) dan kemudian diayak hingga diperoleh butiran-butirankasar dalam ukuran tertentu.

*Jagung Giling/flake jagung :
 
Flake Jagung adalah pakan ternak yang berbentuk jagung yang disediakan dalam bentuk pecahan tipis. Flaking adalah proses pemipihan.
Berbagai biji-bijian sebelum diberikan kepada ternak biasanya melalui proses mekanik antara lain dengan diroller, digiling, dan dicrimper. Pada proses rolling digunakan mesin roller, mesin tersebut memproses biji-bijian menjadi bentuk flake. Biji-bijian biasanya juga digiling menggunakan hammer meal. Hammer meal menggiling dengan memukul biji-bijian sampai ukurannya cukup untuk melewati saringan. Ukuran hasil saringan biji-bijian dapat ditentukan sesuai dengan keinginan. Proses mekanik pada biji-bijian biasanya direkomendasikan untuk :
1. Ternak-ternak yang sangat muda
Sebelum giginya tumbuh sempuma, ukuran biji-bijian biasanya diperkecil dengan cara digiling
2. Ternak-ternak yang sangat tua
Gigi pada ternak yang tua biasanya sudah jelek, biji-bijian biasanya juga digiling;
Biji-bijian yang sudah dalam bentuk flake lebih disukai ternak sapi daripada biji-bijian yang digiling. Flake sebaiknya diberikan untuk ternak sapi diatas umur 6 bulan kecuali bila kandungan roughage ransum sangat rendah. Flake juga cocok untuk pakan kuda dan domba.

"Saya Tunggu Komentar dan Saran Anda"








 


Sabtu, 29 September 2012

Pertama di dunia, anak hasil perkawinan sapi dengan banteng






Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, memberi nama sapi spesies baru yakni "Jaliteng" (Jawa Timur, Bali, Banteng) di Taman Safari Indonesia II Prigen, Pasuruan, Jawa Timur, Selasa (17/7).

"Sapi Jaliteng merupakan hasil persilangan antara induk Sapi Bali betina dengan banteng jantan asal Taman Nasional Baluran," kata Direktur Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau.

Sapi spesies baru Jaliteng itu merupakan bukti keberhasilan kerja sama antara Taman Safari Indonesia II Prigen dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dalam menyilangkan sapi Bali betina dengan banteng jantan asal Taman Nasional Baluran.

Menurut Tony Sumampau, kerja sama TSI II Prigen dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur itu untuk memperbaiki genetika sapi Bali di Jawa Timur yang jumlahnya semakin tahun semakin menurun, serta kondisi fisiknya yang terus mengecil.

Sementara untuk mendatangkan sapi Bali terkendala regulasi yang melarang Sapi Bali keluar dari habitat aslinya. Pemerintah Provinsi Jawa Timur pun mengambil langkah menyilangkan sapi Bali di Jawa Timur dengan banteng.

Tony Sumampau menyebutkan, dari 10 ekor sapi Bali yang dikawinkan dengan banteng jantan secara alami tercatat sembilan ekor bunting.

Empat ekor telah melahirkan empat pedet (anak sapi) yang semuanya jenis jantan, dan lima ekor masih bunting yang diperkirakan seekor akan lahir pada awal Ramadan. Pedet hasil persilangaan lahir dengan bobot rata-rata sekitar 20 kilogram atau lebi besar dibandingkan dengan pedet sapi Bali yang hanya sekitar 15 kilogram.

Pertumbuhan pedet Jaliteng juga lebih cepat, dalam kurun waktu sekitar sebulan bobotnya telah mencapai 40 kilogram, sementara pedet sapi Bali hanya sekitar 20 kilogram.

Jika telah dewasa nanti, semen dari pedet Jaliteng akan dimanfaatkan untuk kepentingan inseminasi buatan untuk memperbaiki genetika sapi-sapi milik peternak di Jawa Timur, sedangkan banteng-banteng yang terus berkembang biak di Taman Safari Prigen nantinya akan dilepasliarkan ke habitat aslinya di Taman Nasional Baluran.

Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, memberikan apresiasi kepada Taman Safari Indonesia II Prigen dan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur yang telah berhasil menyilangkan Sapi Bali dan Banteng.

"Ini merupakan keberhasilan pertama kali di tingkat dunia," kata Gubernur Jawa Timur yang akrab disapa Pakde Karwo itu.

Pakde Karwo juga mengungkapkan, sapi spesies baru Jaliteng yang merupakan hasil persilangan antara sapi Bali betina dan banteng jantan itu akan dipatenkan.

"Jepang juga telah mempunyai niat serupa, karena itu kami akan mematenkan keberhasilan persilangan itu agar kekayaan plasma nutfah Indonesia tidak dicuri bangsa lain," katanya."

"Saya Tunggu Komentar dan Saran Anda"


Sumber :  http://m.merdeka.com/

Tantangan dalam Industri Peternakan


                Industri peternakan merupakan industri strategis karena industri ini adalah penyedia protein hewani yang sangat dibutuhkan masyarakat modern, sekaligus mampu menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar. Namun, saat ini Indonesia belum mampu berswasembada dua produk utama peternakan, yakni daging dan susu.
Produk peternakan seperti daging sapi masih dipenuhi dari impor (30%). Sedangkan impor susu bahkan mencapai 70%. Adapun untuk produk perunggasan yakni telur dan daging sudah bisa swasembada. Industri perunggasan merupakan industri yang memiliki struktur industri kuat, dengan didukung oleh industri pakan, bibit, sarana kesehatan ternak dan industri budidaya yang telah mapan. Tantangan di industri perunggasan adalah konsumsinya yang masih rendah dibanding negara-negara tetangga. Namun seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita masyarakat, akan naik pula konsumsi akan telur dan daging ayam.


Menurut Wakil Menteri Pertanian Dr. Bayu Krisnamurthi beberapa waktu lalu, ada tiga permasalahan utama yang harus dihadapi oleh industri peternakan Indonesia. ”Pertama adalah masalah tata ruang, kedua berkaitan dengan struktur sistem agribisnis, dan terakhir adalah masalah kesehatan hewan dan veteriner,” ungkap Bayu. Untuk permasalahan pertama yang berkaitan dengan tata ruang, terlihat dengan semakin tersingkirnya lokasi peternakan, terutama oleh pemukiman penduduk. Sedangkan, dari struktur sistem agribisnis, saat ini kondisinya tidak berimbang, antara on farm, pengolahan, dan ritel. Dan, permasalahan terakhir adalah semakin banyaknya penyakit baru yang berasal dari hewan (zoonis). Bayu mengatakan, bahwa pada abad 21 ini, ancaman terhadap kesehatan manusia yang berasal dari hewan mencapai 60%.

Walau demikian, optimisme pertumbuhan industri peternakan datang dari pemerintah, yang menargetkan swasembada daging sapi pada 2014, pemerintah telah memberi subsidi khusus bagi industri pembibitan untuk mewujudkan target itu. Namun Direktur Manajemen Bisnis (MB) IPB, Dr. Arief Daryanto juga mengingatkan agar pemerintah memberikan kemudahan dalam hal birokrasi perijinan dalam membangun bisnis peternakan. Menurutnya, beberapa kendala yang mengurangi daya saing industri peternakan, berasal birokrasi pemerintahan yang tidak efisien, infrastruktur yang kurang memadai, kondisi politik yang tidak stabil, serta akses perbankan yang sangat terbatas. Hal-hal tersebut harus diperbaiki pemerintah agar industri peternakan bisa tumbuh lebih pesat. Tantangan lainnya adalah pemasaran produk peternakan yang sebagian besar masih berupa komoditi. ”Sebanyak 80% produk hasil ternak dijual dalam bentuk komoditi, dan hanya 20% saja yang dipasarkan dalam bentuk olahan,” tutur Arief.

Untuk strategi kebijakan ke depan, Arief Daryanto memaparkan beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan:
Pertama,
mempertahankan kebijakan impor sapi bakalan yang telah memberi implikasi mengurangi pengurasan ternak di wilayah sentra produksi dan pada sisi lain kebutuhan daging di wilayah sentra konsumsi dapat terpenuhi, sehingga inflasi dapat ditekan. Jumlah impor sapi bakalan tersebut harus dengan mempertimbangkan tingkat pengurasan dan tingkat kemampuan produksi dalam negeri. Untuk mengetahui secara persis berapa jumlah impor yang layak dari tahun ke tahun, perlu dilakukan kajian lebih seksama.
Kedua,
pengembangan komoditas jagung domestik harus terus dilanjutkan. Hal ini disebabkan jagung merupakan komponen utama pakan ternak unggas. ”Dan lagi pula negara-negara yang memiliki daya saing tinggi dan berkelanjutan, sangat tergantung pada pasokan komoditas jagung domestik,” kata Arief. Ia mencontohkan, tiga negara utama dunia penghasil daging ayam, yakni AS (22%), Cina (15%) dan Brazil (12%). Selain itu, penghasil telur dunia yakni Cina (41%), UE (9%) dan AS (9%) juga merupakan negara penghasil jagung utama dunia. Ketersediaan pasokan jagung dalam negeri akan mampu meredam kenaikan harga pakan yang cenderung meningkat –karena jagung dunia yang semakin berkurang karena banyak tersedot untuk kebutuhan pangan (food) dan minyak nabati (fuel).
Ketiga,
perdagangan ternak karkas dengan rantai dingin untuk menggantikan perdagangan ternak hidup. Perdagangan ternak yang selama ini dalam kondisi masih hidup tidak efisien karena terlalu banyak mengeluarkan retribusi, serta risiko kematian selama perjalanan, juga berpotensi sebagai sarana penyebaran penyakit ternak. Untuk menunjang perdagangan ternak dalam bentuk karkas ini, Arief menyarankan agar pemerintah menyediakan Rumah Pemotongan Ayam dan Rumah Pemotongan Hewan modern di sentra produksi unggas di tingkat kabupaten.
Keempat,
pemerintah harus lebih serius dalam melakukan penanggulangan dan pencegahan wabah penyakit menular, khususnya penyakit Avian Influenza (AI). Kebijakan promosi keamanan mengonsumsi produk asal ternak juga sangat penting. Promosi juga sebaiknya berisi upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang penyakit ternak, khususnya AI dan dampaknya bagi kesehatan manusia dan industri peternakan ayam.

Kelima,
kebijakan menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk dapat merangsang investor baik dari dalam maupun luar negeri. Beberapa faktor yang sangat berpengaruh pada baik dan tidaknya iklim investasi di Indonesia bukan hanya menyangkut kestabilan politik dan sosial, namun juga stabilitas ekonomi, serta kondisi infrastruktur dasar seperti listrik, telekomunikasi, serta prasarana jalan dan pelabuhan.
Keenam,
kebijakan pemerintah untuk mendorong agar usaha peternakan dapat berkembang lebih pesat. Di antaranya yakni dukungan agar usaha peternakan dapat berkembang secara integratif dari hulu hingga hilir mlalui kemitraan usaha. Dukungan lainnya adalah kebijakan pemerintah dalam hal perlindungan industri perunggasan domestik dari serbuan produk luar ngeri yang tidak ASUH, ilegal dan produk dumping. Fri-08

"Saya Tunggu Komentar dan Saran Anda"


Sumber :  http://www.foodreview.biz

Memahami Pelaksanaan Sertifikasi Bibit Ternak Sapi


Sertifikasi dapat diartikan sebagai penerbitan sertifikat terhadap ternak dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas ternak sapi. Sertifikat berhak dikeluarkan oleh pembibit yang telah tersertifikasi oleh lembaga sertifikasi produk atau yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian. Untuk dapat memperoleh sertifikat ini, pembibit diharuskan oleh Direktorat Perbibitan Direktur Jenderal Peternakan untuk menerapkan Good Breeding Practice (GBP), yaitu pedoman pembibitan ternak yang baik.
Tema mengenai pelaksanaan sertifikasi bibit ternak sapi diulas oleh Ir. I Gede Suparta Budisatria, M.Sc., Ph.D dalam Pelatihan Teknis Agribisnis Ternak Sapi Potong bagi aparatur Dinas Pertanian Provinsi DIY, Senin (10/9) di Ruang Sidang Besar Fakultas Peternakan. Menurut Gede, salah satu hal penting untuk dapat dilaksanakannya sertifikasi adalah penetapan garis keturunan ternak atau bangsa yang jelas. “Idealnya, sertifikasi dapat dilaksanakan apabila ternak sudah diakui dengan surat dari SK Menteri Pertanian melalui penetapan rumpun atau galur. Saat ini, pemerintah melalui Direktur Perbibitan sedang gencar-gencarnya melakukan penetapan rumpun ternak. Penetapan rumpun dinilai urgent karena ternak-ternak kita sudah banyak dilirik,” jelas Kepala Laboratorium Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan Fakultas Peternakan tersebut.
Sertifikasi idealnya dikeluarkan oleh asosiasi namun saat ini di Indonesia sertifikasi ternak dapat dikerluarkan oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu (LSSM) dan Lembaga Sertifikasi Produk (LS Pro) bibit yang terakreditasi kemudian pelaksanaan sertifikasi bibit diterbitkan oleh pembibitan yang telah memiliki sertifikat sistem mutu atau dinas provinsi.
Mengapa sertifikasi diperlukan? Gede menjelaskan ada beberapa hal mengapa sertifikasi ternak menjadi penting. Pertama, sertifikasi dilakukan untuk mengamankan plasma nutfah karena saat ini banyak negara sangat tertarik dengan keanekaragaman ternak Indonesia. Kedua, sertifikasi diperlukan guna meningkatkan daya saing produk bibit. Selama ini, pemerintah tidak pernah memberikan penghargaan terhadap peternak-peternak yang melakukan pembibitan dan tidak pernah ada standarisasi yang kemudian dimasukkan ke dalam kelas bibit. Akhirnya, wajar apabila peternak lebih suka melakukan kawin suntik atau melakukan penggemukan terhadap ternaknya. Ketiga, sertifikasi memberikan kesempatan untuk menerapkan pelaksanaan pembibitan ternak yang baik dan melindungi konsumen dari bibit tidak standar.
Bagi peternak, penerapan Good Breeding Practice dalam rangka memperoleh sertifikasi dinilai berat karena banyaknya checklist sertifikasi yang harus dipenuhi antara lain catatan sumber air, catatan RUTR wilayah setempat, catatan AMDAL lokasi unit pembibitan, dan sebagainya. “Sulit tapi inilah poin-poin yang akan dinilai,” kata Gede.
Untuk memperoleh sertifikasi, Gede menjelaskan proses-proses yang harus dilalui oleh peternak. Pertama, pembibit diminta untuk mengirimkan surat kepada Direktur Perbibitan yang isinya menyatakan bahwa telah melakukan GBP. Kemudian, Direktur Perbibitan akan mengirimkan petugas untuk melakukan verifikasi dokumen yang dilanjutkan dengan tinjauan lapangan. Tim verifikasi akan membuat rangkuman mengenai poin-poin yang sudah ataupun belum memenuhi checklist yang telah dibuat pembibit. Apabila ditemukan poin-poin yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, maka perlu dilakukan revisi. Peternak berhak memperoleh sertifikasi yang berlaku selama 3 tahun setelah mampu memenuhi persyaratan sertifikasi yang ditetapkan oleh Direktur Perbibitan.  (Humas Fapet/Nadia)

 "Saya Tunggu Komentar dan Saran Anda"

Sumber :  http://fapet.ugm.ac.id

Ironi Susu Sapi


Riani Susanto, dokter naturopati, enggan memberikan anaknya susu sapi hasil perahan industri. Menurut dia, selama cukup mengkonsumsi makanan sehat dan berkualitas, orang akan tetap sehat. Dia memandang susu bukan sebagai makanan pokok. Ia lebih memilih memberi keluarganya susu organik.

Pasalnya, dia melihat ketidakwajaran dalam proses industri sapi perahan. Menurut Riani, proses pemerahan susu sapi dari industri itu dipaksakan. Alaminya, kalau sapi--seperti juga manusia--melahirkan dahulu, baru mengeluarkan susu. Tapi demi mengejar target, sapi disuntik hormon tertentu agar bisa menghasilkan susu. Otomatis susu mengandung hormon. "Apalagi sapi juga diberi antibiotik untuk mencegah infeksi," ujar Rani.


Nah, pengaruh hormon dan antibiotik itu pasti dosisnya besar dan tidak cocok untuk manusia. Karena itu, kata dia, banyak penyakit aneh timbul. Berdasarkan sejumlah studi luar negeri, disebutkannya, penyakit aneh itu seperti perempuan yang berjakun. "Ada pula wanita usia 10-11 tahun suaranya berubah seperti laki-laki," ia bercerita.

Susu yang baik, menurut Riani, tidak mengandung hormon, antibiotik, dan rekayasa genetika. Dan juga tanpa tambahan perasa serta pemanis buatan. Sedangkan pada susu industri banyak ditambahkan segala macam tambahan, seperti vitamin dan DHA. "Tambahan hanya mempunyai nilai jual," kata dokter naturopati lulusan dari Negeri Abang Sam ini.

Tak aneh jika sejumlah orang mulai menggeser susu sapi dari menu makanannya. Mereka bersikap apatis terhadap kualitas susu hasil perahan dari sapi yang juga diduga makan makanan selain rumput.

Memang, kata Hendro Horijogi Poejono, Direktur Human Resources and Corporate Affair PT Frisian Flag Indonesia, sapi di Indonesia tak seperti di Belanda, yang dilepas di padang rumput. Di Indonesia, kebanyakan sapi dikandangkan karena kurangnya area. "Sehingga cuma mendapatkan rumput secukupnya dari sekelilingnya," kata Hendro di Surabaya beberapa waktu lalu.

Masalahnya, saat musim kemarau sapi tidak mendapat rumput sebagaimana mestinya. Akhirnya, karena kurangnya ketersediaan lahan, banyak sapi makan palet--makanan khusus untuk hewan yang terbuat dari terigu.

Menurut Hendro, sapi Jawa Timur lebih beruntung, karena banyak perkebunan seperti cokelat. "Ampasnya bisa untuk campuran pakan," Hendro melanjutkan. Kalau di Jawa Tengah dan Jawa Barat, banyak sapi makan palet. Namun demikian, dia tidak melihat sapi Indonesia makan makanan berbahan kimia. "Apalagi disuntik hormon," dia menegaskan.

Makanan sapi memang mempengaruhi kualitas susu. Tengoklah studi Persatuan Ahli Gizi di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Menurut Ketua Persatuan Ahli Gizi Jawa Timur Andryanto, MKes, studi itu menunjukkan bahwa air dan tanah di Ponorogo yang rendah yodium mempengaruhi kualitas susu dan daging sapi di sana.

Namun, Persatuan Ahli Gizi belum meneliti sapi yang diberi makanan berbahan kimia dan suntikan hormon. Yang jelas, kata Andryanto, apa pun yang dimakan sapi, susunya sudah berproses sedemikian rupa. Dianalogikan, seorang ibu yang makan sambal tapi air susu ibu (ASI)-nya tidak berasa pedas. "Apakah bisa disamakan dengan sapi, bisa saja iya," ujarnya.

Sebuah studi yang dilansir situs Toronto Vegetarian Association pada 2005 menemukan bahwa ada sesuatu dalam susu yang dapat menyebabkan reaksi imunitas yang merusak produksi sel insulin pada anak diabetes. Studi itu juga melihat bahwa bayi yang diberi ASI dan tidak diberi susu sapi memiliki perlindungan terhadap diabetes.

Studi pada 2003 yang melibatkan 4.701 sampel usia 10-16 tahun dari 11 negara Eropa itu menyimpulkan, menghindari susu sapi diindikasikan bisa menunda atau mencegah diabetes pada individu yang rentan. Lebih jauh ditemukan, susu sapi dan konsumsi produk hewan terkait dengan tingkat risiko lebih tinggi pada diabetes tipe 1.

Profesor Hiromi Shinya, dari Surgery at Albert Einstein College of Medicine, New York, berpendapat lebih ekstrem lagi. Dalam bukunya, The Miracle of Enzyme, ia mengatakan susu adalah makanan paling buruk buat manusia. "Mana ada anak sapi minum susu manusia," ujarnya.

Hiromi beralasan susu itu mengganggu fungsi enzim di dalam tubuh dan membuat tugas usus semakin berat. Tubuh terpaksa mengeluarkan cadangan enzim induk yang seharusnya dihemat. Nah, enzim induk ini untuk pertumbuhan, termasuk pertumbuhan tulang. Namun, karena enzim induk banyak dipakai membantu mencerna susu, peminum susu, menurut dia, lebih berisiko terkena osteoporosis.

Sementara itu, ahli gizi dan pangan Institut Pertanian Bogor, Profesor Dr Ir Hardinsyah, mengatakan orang yang terlalu banyak makan protein hewani, termasuk susu sapi, memang bisa meningkatkan pembuangan kalsium atau terjadi pemborosan kalsium dalam tubuhnya. Jadi banyak makan makanan hewani membuat tubuh berisiko kekurangan kalsium.

Tapi, menurut Hardinsyah, hal itu berlaku bagi penduduk yang banyak mengkonsumsi pangan hewani. Sedangkan umumnya penduduk Indonesia, menurut dia, masih kekurangan kalsium dan makanan hewani. "Jadi aman saja minum susu."





                                  "Saya Tunggu Komentar dan Saran Anda"

HERU TRIYONO
source: TempoInteraktif

Peternakan Sapi Perah Terbesar di Asia Tenggara


Peternakan sapi perah milik PT Greenfields di desa Babadan, lereng Gunung Kawi, Malang, Jawa Timur, tercatat sebagai yang peternakan terbesar di Indonesia, bahkan se-Asia Tenggara, demikian dilaporkan detik.com. Sebayak 6.000 ekor sapi holstein dikembangbiakkan disana untuk diambil susunya, dan setiap tahun menghasilkan 20 juta liter susu murni.


Peternakan PT Greenfields Indonesia, sebagaimana dilansir oleh situs resminya, dirancang dan dikembangkan oleh para ahli dan profesional dari Australia dan Amerika Serikat. Peternakan canggih ini dilengkapi dengan bangsal pemerahan susu, kandang-kandang dengan udara terkendali, serta peralatan pemberian makan yang terkendali pula.

Setiap tahun supervisor dan manajer dari peternakan ini dipilih untuk menjalani pelatihan intensif di kedua negara itu agar mereka selalu mengikuti beberapa teknik mutakhir di berbagai bidang peternakan dan perusahaan susu modern.


Peternakan ini dikelola dengan sistem 'Herd Information' yang diimpor dari Amerika. Sistem ini mencatat informasi strategis dari setiap sapi seperti data keturunan, jumlah makanan, riwayat produksi susu, kesehatan, dan status reproduksinya.

PT Greenfields Indonesia mengimpor sapi perah mutu terbaik jenis Holstein dari Australia, yang secara khusus dipilih dengan sistem komputer DHIA untuk menentukan anak-anak sapi kelas utama berumur 10 - 12 bulan. Sapi yang terpilih, dan dinyatakan layak, kemudian dibesarkan di Australia sebelum dikirim ke peternakan kami di Malang.


Untuk menjamin dihasilkannya mutu susu terbaik, kesehatan dan nutrisi sapi - sapi perah ini terus diawasi secara ketat. Pakan sapi berkualitas diantaranya berasal dari rumput, pohon jagung, hingga makanan khusus yang diimpor dari Australia.


Seekor sapi di peternakan ini setiap harinya mampu menghasilkan 27 liter susu. Suasana tenang di pegunungan memberikan rasa nyaman bagi sapi yang ditempatkan di peternakan dan pabrik pengolahan yang terintegrasi tersebut.