Onggok merupakan limbah padat agro industri pembuatan tepung tapioca
yang dapat dijadikan sebagai media fermentasi dan sekaligus sebagai
pakan ternak. Onggok dapat dijadikan sebagai sumber karbon dalam suatu
media karena masih banyak mengandung PATI(75 %) yang tidak terekstrak,
tetapi kandungan protein kasarnya rendah yaitu, 1.04 %berdasarkan bahan
kering Penggunaan onggok untuk bahan baku penyusunan pakan ternak masih
sangat terbatas, terutama untuk hewan monogastrik. Hal ini disebabkan
kandungan proteinnya yang rendah disertai dengan kandungan serat
kasarnya yang tinggi (lebih dari 35%).
Penggunaan onggok sebagai pakan ternak dihadapkan pada beberapa
kendala, antara lain rendahnya nilai gizi (protein) dan masih tingginya
kandungan sianida. Melalui teknologi fermentasi dengan Aspergillus niger
diharapkan akan meningkatkan nilai gizi (yang dicarikan antara lain
dengan meningkatnya kandungan protein kasar) dan menurunkan kandungan
zat antinutrisi HCN pada onggok terolah. Menurut Supriyati (2003),
sebelum difermentasi onggok tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu,
sampai kadar airnya maksimal 20% dan selanjutnya digiling.
Onggok yang telah difermrntasi dianalisa kandungan nutriennya,
antara onggok dan onggok terfermentasi berbeda. Yaitu, kandungan
protein kasar dan protein sejati, masing-masing meningkat dari 2,2
menjadi 18,4%. Sedang karbohidratnya menurun dari 51,8 menjadi 36,2%
Sementara kandungan serat kasar onggok terfermentasi cenderung menurun.
(Tabel1). Hal ini terjadi karena selama fermentasi, kapang A.
niger menggunakan zat gizi (terutama karbohidrat) untuk
pertumbuhannya. Dan kandungan protein meningkat dari 2,2 menjadi 18,4%,
dengan menggunakan urea dan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen.
Tabel 1. Komposisi gizi onggok
Gizi | Tanpa ferementasi (%BK) | Fermentasi (% BK) |
Protein kasar | 2,2 | 18,6 |
Karbohidrat | 51,8 | 36,2 |
Abu | 2,4 | 2,6 |
Serat Kasar | 10,8 | 10,46 |
Hasil penelitian Tabrany S, dkk menunjukkan bahwa fermentasi onggok
dengan Aspergillus niger sampai 4 minggu secara statistik sangat nyata
(p<0,01) meningkatkan kandungan protein kasar onggok terolah dan
menurunkan (p<0,01) kandungan HCN onggok terolah serta cenderung
meningkatkan kandungan GE onggok terolah.
Sabrina et al (2008) telah mencoba memberikan campuran onggok dan
ampas tahu fermentasi 30 % (RD) memberikan produksi terbaik, berat telur
tertinggi dan konversi ransum terendah dibanding dengan perlakuan
perlakuan lainya (Tabel 2)
Tabel 2. Performa Ayam Dan Kualitas Telur yang Menggunakan Ransum Mengandung Onggok Fermentasi Dengan N.Crassa
Performa | Ransum Perlakuan | SE | |||
RA | RB | RC | RD | ||
Konsumsi ransum (g/ekor/hari) | 112.01B | 112.50B | 114.02A | 114.79A | 1.01 |
Produksi Hen Day (%) | 65.51D | 67.94C | 69.12B | 71.40A | 1.04 |
Bobot Telur (g/butir) | 61.21B | 63.07B | 67.22A | 67.78A | 1.07 |
Massa Telur (g/ekor/hari) | 39.61D | 40.86C | 43.73B | 48.40A | 1.23 |
Konversi Ransum (g/hari) | 2.85D | 2.76C | 2.62B | 2.55A | 1.14 |
Warna kuning Telur | 8.40D | 9.00C | 10.00B | 10.60A | 0.23 |
Kolesterol (mg/100g) | 207.20A | 175.40B | 143.40C | 117.80 | 3.73 |
Dari penelitian lainya penggunaan onggok fermentasi sampai
dengan 10% dalam formulasi pakan ayam pedaging masih aman dan tidak
menimbulkan dampak negatif. Artinya aman untuk dikonsumsi oleh ayam. Dan
dapat meningkat produksinya masing-masing 9,7% dan 30,9%. Bobot telur
juga meningkat pada ayam yang memperoleh ransum onggok terfermentasi
(Tabel 2)
Tabel 3. Pengaruh Penggunaan Onggok Terfermentasi dalam Ransum terhadap Kualitas Telur.
Parameter | Tanpa Onggok Terfermrntasi | Dengan Onggok Terfermentasi |
Jumlah Telur (butir) | 10.00 | 10-.00 |
Bobot Telur (g) | 39.60 | 42.78 |
Nilai Warna Kuning | 6.50 | 6.00 |
Haught Unit | 97.20 | 88.55 |
Tebal Kerabang | 0.36 | 0.38 |
Pada percobaan di Balai Penelitian Ternak Balitnak),
digunakan 144 ekor ayam pedaging umur tiga hari, dibagi menjadi tiga
kelompok perlakuan. Masing-masing perlakuan (P1, P2 dan P3) diberi
formula pakan dengan tiga tingkatan onggok terfermentasi yang
berbeda. Yaitu, P1: 0% (kontrol), P2: 5,0% dan P3: 10,0% (onggok
terfermentasi) dalam pakan. Namun kandungan protein kasar dari ransum
tersebut telah diperhitungkan dan untuk tiap-tiap formula adalah sebagai
berikut: P1: 20,7%, P2: 21,04% dan P3: 21,05%. Percobaan dilakukan
selama empat minggu.
Sedang pertambahan bobot badan dari kelompok ayam yang
memperoleh pakan onggok terfermentasi 10% (P3) sebesar 960 gram. Dan
ini tidak berbeda nyata dengan kelompok ayam P2 (5% onggok
terfermentasi). Pada kedua pertakuan (P2 dan P3), juga tidak berbeda
nyata dengan kelompok kontrol (0% onggok terfermentasi), yang mempunyai
bobot hidup sebesar 988 gram. Konsumsi pakan juga tidak berbeda antar
perlakuan dan selama perlakuan konsumsi pada kel. P1, P2 dan P3,
masing-masing adalah 1882, 1912 dan 1869 gram. Sedang untuk nilai
konversi pakan adalah 1,90 untuk semua perlakuan.
Dengan demikian, maka onggok terfermentasi sampai dengan 10% dapat
digunakan dalam formulasi pakan ayam pedaging. Dan terhadap persentase
bobot karkas, bobot hati dan rempela juga tidak ada perbedaan yang
nyata.
Namun, pemberian lebih tinggi dari 10%, perlu pengkajian lebih
lanjut. Sebab pada penelitian sebelumnya pernah dilaporkan bahwa,
penggunaan cassapro ubikayu, lebih dari 10% dapat menimbulkan dampak
negatif, baik terhadap pertambahan bobot badan maupun konversi pakan.
*Ampas Bir :
Ampas bir terbuat dari gandum yang yang dimasak. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas bir dapat
digunakan sebagai sumber protein. Korossi (1982) menyatakan bahwa ampas bir lebih
tinggi kualitasnya dibandingkan dengan ampas tahu. Sedangkan Pulungan, dkk.
(1985) melaporkan bahwa ampas bir mengandung NDF, ADF yang rendah sedangkan
presentase protein tinggi yang menunjukkan ampas bir berkualitas tinggi, tetapi
mengandung bahan kering rendah. Komposisi zat gizi ampas bir dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 2. Komposisi Zat-zat Makanan Ampas
bir
Bahan
|
BK (%)
|
Prk (%)
|
SK (%)
|
LK (%)
|
NDF (%)
|
ADF (%)
|
Abu (%)
|
Ca (%)
|
P
(%)
|
Eb (Kkal)
|
Ampas Bir
|
13.3
|
21.0
|
23.58
|
10.49
|
51.93
|
25.63
|
2.96
|
0.53
|
0.24
|
4730
|
Ampas bir juga mengandung unsur-unsur mineral mikro
maupun makro yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co
kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm (Sumardi dan Patuan, 1983). Di samping
memiliki kandungan zat gizi yang baik, ampas bir juga memiliki antinutrisi
berupa asam fitat yang akan mengganggu penyerapan mineral bervalensi 2 terutama
mineral Ca, Zn, Co, Mg, dan Cu, sehingga penggunaannya untuk unggas perlu
hati-hati (Cullison, 1978).
2.2 Kelebihan
Grain bir, Makan Bir juga disebut, adalah produk-oleh
dari produksi bir yang merupakan protein tingkat menengah (CP> 26%)
feedstuff digunakan dalam pakan hewan. Mereka adalah sumber yang sangat baik
berkualitas tinggi by-pass protein dan serat dicerna. Butir bir kering memiliki asam amino yang baik,
mineral dan vitamin B konten. Hal ini sangat cocok dan dapat digunakan dalam
berbagai ransum. butir bir kering adalah protein feedstuff tingkat menengah
digunakan dalam pakan hewan. Mereka adalah sumber yang sangat baik berkualitas
tinggi by-pass protein dan serat dicerna. Butir bir kering memiliki asam amino
yang baik, mineral dan vitamin B konten.
2.3 Kelemahan
Meskipun ampas bir merupakan salah satu pakan
tambahan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi tapi penggunaan ampas bir yang
berlebihan akan menyebabkan pengaruh negative pada ternak. Biasanya penggunaan
yang berlebihan akan mengakibatkan ganguan pencernaan pada ternak ruminansia
dan stress pada ternak non ruminansia.
2.4 Peranan
Surtleff dan Aoyagi (1979) melaporkan bahwa
penggunaan ampas bir sangat baik digunakan sebagai ransum ternak sapi perah. Di
Jawa Barat ampas bir telah banyak dan sudah biasa digunakan oleh peternak sebagai
makanan ternak sapi potong untuk proses penggemukan. Di Taiwan ampas tahu
digunakan sebagai pakan sapi perah mencapai 2-5 kg per ekor per hari (Heng-Chu,
2004), sedangkan di Jepang penggunaan ampas tahu untuk pakan ternak terutama
sapi dan babi dapat mencapai 70% (Amaha, et al., 1996).
Penelitian telah dilakukan pada domba oleh Pulungan,
dkk., (1984), di mana ternak percobaannya diberi ransum perlakuan (A) rumput lapangan
(ad libitum), (B) rumput lapangan (ad libitum) + ampas bir 1,25% BB, (C) rumput
lapangan (ad libitum) + ampas tahu 2,5% BB, (D) rumput lapangan (ad libitum) +
ampas bir (ad libitum). Hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa domba
yang mendapat rumput berkualitas rendah, ampas bir dapat diberikan sebagai
ransum penggemukan dan dapat diberikan secara tak terbatas.
Knipscheer et al. (1983) melakukan penelitian pada
kambing dan menyimpulkan bahwa pemberian ampas tahu dapat memberikan keuntungan
dalam usaha peternakan kambing atau domba yang dipelihara secara intensif.
Ampas tahu merupakan sumber protein yang mudah
terdegradasi di dalam rumen (Suryahadi, 1990) dengan laju degradasi sebesar
9,8% per jam dan rataan kecepatan produksi N-amonia nettonya sebesar 0,677 mM
per jam (Sutardi, 1983). Penggunaan protein ampas tahu diharapkan akan lebih
tinggi bila dilindungi dari degradasi dalam rumen (Suryahadi, 1990).
Penelitian yang dilakukan Karimullan (1991)
menunjukkan bahwa perlindungan ampas tahu dengan tanin menurunkan kadar amonia
cairan rumen, hal ini berarti bahwa pemanfaatan protein ampas tahu dapat secara
langsung digunakan oleh induk semang tanpa mengalami degradasi oleh mikroba
rumen (protein by pass). Namun demikian perlindungan ini juga menyebabkan kadar
VFA menurun dan diikuti pula dengan penurunan bakteri dan protozoa rumen.
Kemungkinan besar karena pasokan nutrien ampas tahu, begitu pula dengan
protozoa tidak cukup suplai bakteri dan nutriennya bagi kebutuhan untuk pertumbuhannya
akibat perlindungan ampas tahu tersebut oleh tannin gambir.
* Molases :
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pond dkk., (1995) yang menyatakan bahwa molasses adalah limbah utama industri pemurnian gula. Molases merupakan sumber energi yang esensial dengan kandungan gula didalamnya. Oleh karena itu, molasses telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pakan ternak dengan kandungan nutrisi atau zat gizi yang cukup baik. Molasses memiliki kandungan protein kasar 3,1 %; serat kasar 0,6 %; BETN 83,5 %; lemak kasar 0,9 %; dan abu 11,9 %.
Molasses dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Cane-molasses, merupakan molasses yang memiliki kandungan 25 – 40 % sukrosa dan 12 – 25 % gula pereduksi dengan total kadar gula 50 – 60 % atau lebih. Kadar protein kasar sekitar 3 % dan kadar abu sekitar 8 – 10 %, yang sebagian besar terbentuk dari K, Ca, Cl, dan garam sulfat; (2) Beet-molasses merupakan pakan pencahar yang normalnya diberikan pada ternak dalam jumlah kecil (Cheeke, 1999; McDonald dkk., 2001).
Kadar air dalam cairan molasses yaitu 15 – 25 % dan cairan tersebut berwarna hitam serta berupa sirup manis. Molasses yang diberikan pada level yang tinggi dapat berfungsi sebagai pencahar, akibat kandungan mineralnya cukup tinggi. Mollases dapat diberikan pada ternak ayam, babi, sapi dan kuda. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian mollases pada ransum ternak ruminansia adalah sebanyak 5 % yang terdiri dari jagung, dedak padi, tepung ikan, rumput gajah secara nyata dapat meningkatkan bobot badan. Akan tetapi penggunaan lebih dari 5 % akan berdampak negatif, yaitu berkurangnya peningkatan bobot badan karena energi pakan yang dihasilkan terlalu tinggi.
Berdasarkan hal tersebut, molases sering dimasukkan ke dalam ransum sebanyak 2 sampai 5 % untuk meningkatkan palatabilitas pakan. Molases dapat berfungsi sebagai pellet binder yang dalam pelaksanaanya dapat meningkatkan kualitas pelet. Penggunaan molasses pada industri pakan dengan level diatas 5 – 10 %, molasses dapat menyebabkan masalah, karena kekentalan dan terjadi pembentukan gumpalan pada mixer. Molases juga dapat digunakan sebagai bahan pakan untuk sejumlah industri fermentasi.
Selain memiliki fungsi yang bermanfaat sebagai pakan ternak, molasses juga dapat menyebabkan keracunan (molasses toxicity). Gejala-gejala yang dapat terlihat yaitu terjadinya inkoordinasi dan kebutaan yang disebabkan oleh deteorisasi otak yang hampir sama dengan nekrosi serebrokortikal. Keracunan tersebut kemungkinan disebabkan oleh defisiensi thiamin (Vitamin B1), menurunnya suplai glukosa ke dalam otak dan rumen statis. Pemberian hijauan berkualitas baik pada ternak dapat mencegah terjadinya keracunan tersebut.
Molases merupakan hasil samping pada industri pengolahan gula dengan wujud bentuk cair.
DAFTAR PUSTAKA
http://acadstaff.ugm.ac.id/profile_dosen_4.php?rand=MTMxNDcxNDg1
http://markusti.multiply.com
http://markustri.multiply.com/photos/album/17/Onggok_Ongok_Ampas_Tapioka
http://markustri.multiply.com/photos/album/17/Onggok_Ongok_Ampas_Tapioka
ht tp://pemulungilmudankreasi.wordpress.com/
http://wanipintar.blogspot.com/2009/09/pengaruh-penggunaan-onggok-yang.html
http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr246027.pdf
http://onlinebuku.com/2009/01/02/pemanfaatan-onggok-fermentasi-sebagai-pakan-ternak/
"Saya Tunggu Komentar dan Saran Anda"