Industri
peternakan merupakan industri strategis karena industri ini adalah
penyedia protein hewani yang sangat dibutuhkan masyarakat modern,
sekaligus mampu menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar. Namun,
saat ini Indonesia belum mampu berswasembada dua produk utama
peternakan, yakni daging dan susu.
Produk peternakan seperti
daging sapi masih dipenuhi dari impor (30%). Sedangkan impor susu bahkan
mencapai 70%. Adapun untuk produk perunggasan yakni telur dan daging
sudah bisa swasembada. Industri perunggasan merupakan industri yang
memiliki struktur industri kuat, dengan didukung oleh industri pakan,
bibit, sarana kesehatan ternak dan industri budidaya yang telah mapan.
Tantangan di industri perunggasan adalah konsumsinya yang masih rendah
dibanding negara-negara tetangga. Namun seiring dengan peningkatan
pendapatan per kapita masyarakat, akan naik pula konsumsi akan telur dan
daging ayam.
Menurut Wakil Menteri Pertanian Dr. Bayu Krisnamurthi beberapa waktu lalu, ada tiga permasalahan utama yang harus dihadapi oleh industri peternakan Indonesia. ”Pertama adalah masalah tata ruang, kedua berkaitan dengan struktur sistem agribisnis, dan terakhir adalah masalah kesehatan hewan dan veteriner,” ungkap Bayu. Untuk permasalahan pertama yang berkaitan dengan tata ruang, terlihat dengan semakin tersingkirnya lokasi peternakan, terutama oleh pemukiman penduduk. Sedangkan, dari struktur sistem agribisnis, saat ini kondisinya tidak berimbang, antara on farm, pengolahan, dan ritel. Dan, permasalahan terakhir adalah semakin banyaknya penyakit baru yang berasal dari hewan (zoonis). Bayu mengatakan, bahwa pada abad 21 ini, ancaman terhadap kesehatan manusia yang berasal dari hewan mencapai 60%. Walau demikian, optimisme pertumbuhan industri peternakan datang dari pemerintah, yang menargetkan swasembada daging sapi pada 2014, pemerintah telah memberi subsidi khusus bagi industri pembibitan untuk mewujudkan target itu. Namun Direktur Manajemen Bisnis (MB) IPB, Dr. Arief Daryanto juga mengingatkan agar pemerintah memberikan kemudahan dalam hal birokrasi perijinan dalam membangun bisnis peternakan. Menurutnya, beberapa kendala yang mengurangi daya saing industri peternakan, berasal birokrasi pemerintahan yang tidak efisien, infrastruktur yang kurang memadai, kondisi politik yang tidak stabil, serta akses perbankan yang sangat terbatas. Hal-hal tersebut harus diperbaiki pemerintah agar industri peternakan bisa tumbuh lebih pesat. Tantangan lainnya adalah pemasaran produk peternakan yang sebagian besar masih berupa komoditi. ”Sebanyak 80% produk hasil ternak dijual dalam bentuk komoditi, dan hanya 20% saja yang dipasarkan dalam bentuk olahan,” tutur Arief. Untuk strategi kebijakan ke depan, Arief Daryanto memaparkan beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan:
Pertama,
mempertahankan
kebijakan impor sapi bakalan yang telah memberi implikasi mengurangi
pengurasan ternak di wilayah sentra produksi dan pada sisi lain
kebutuhan daging di wilayah sentra konsumsi dapat terpenuhi, sehingga
inflasi dapat ditekan. Jumlah impor sapi bakalan tersebut harus dengan
mempertimbangkan tingkat pengurasan dan tingkat kemampuan produksi dalam
negeri. Untuk mengetahui secara persis berapa jumlah impor yang layak
dari tahun ke tahun, perlu dilakukan kajian lebih seksama.
Kedua,
pengembangan
komoditas jagung domestik harus terus dilanjutkan. Hal ini disebabkan
jagung merupakan komponen utama pakan ternak unggas. ”Dan lagi pula
negara-negara yang memiliki daya saing tinggi dan berkelanjutan, sangat
tergantung pada pasokan komoditas jagung domestik,” kata Arief. Ia
mencontohkan, tiga negara utama dunia penghasil daging ayam, yakni AS
(22%), Cina (15%) dan Brazil (12%). Selain itu, penghasil telur dunia
yakni Cina (41%), UE (9%) dan AS (9%) juga merupakan negara penghasil
jagung utama dunia. Ketersediaan pasokan jagung dalam negeri akan mampu
meredam kenaikan harga pakan yang cenderung meningkat –karena jagung
dunia yang semakin berkurang karena banyak tersedot untuk kebutuhan
pangan (food) dan minyak nabati (fuel).
Ketiga,
perdagangan
ternak karkas dengan rantai dingin untuk menggantikan perdagangan
ternak hidup. Perdagangan ternak yang selama ini dalam kondisi masih
hidup tidak efisien karena terlalu banyak mengeluarkan retribusi, serta
risiko kematian selama perjalanan, juga berpotensi sebagai sarana
penyebaran penyakit ternak. Untuk menunjang perdagangan ternak dalam
bentuk karkas ini, Arief menyarankan agar pemerintah menyediakan Rumah
Pemotongan Ayam dan Rumah Pemotongan Hewan modern di sentra produksi
unggas di tingkat kabupaten.
Keempat,
pemerintah
harus lebih serius dalam melakukan penanggulangan dan pencegahan wabah
penyakit menular, khususnya penyakit Avian Influenza (AI). Kebijakan
promosi keamanan mengonsumsi produk asal ternak juga sangat penting.
Promosi juga sebaiknya berisi upaya peningkatan kesadaran masyarakat
tentang penyakit ternak, khususnya AI dan dampaknya bagi kesehatan
manusia dan industri peternakan ayam.
Kelima,
kebijakan
menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk dapat merangsang investor
baik dari dalam maupun luar negeri. Beberapa faktor yang sangat
berpengaruh pada baik dan tidaknya iklim investasi di Indonesia bukan
hanya menyangkut kestabilan politik dan sosial, namun juga stabilitas
ekonomi, serta kondisi infrastruktur dasar seperti listrik,
telekomunikasi, serta prasarana jalan dan pelabuhan.
Keenam,
kebijakan
pemerintah untuk mendorong agar usaha peternakan dapat berkembang lebih
pesat. Di antaranya yakni dukungan agar usaha peternakan dapat
berkembang secara integratif dari hulu hingga hilir mlalui kemitraan
usaha. Dukungan lainnya adalah kebijakan pemerintah dalam hal
perlindungan industri perunggasan domestik dari serbuan produk luar
ngeri yang tidak ASUH, ilegal dan produk dumping. Fri-08
"Saya Tunggu Komentar dan Saran Anda"
Sumber : http://www.foodreview.biz
|
Sabtu, 29 September 2012
Tantangan dalam Industri Peternakan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
yang perlu di perhatikan itu peternak masyarakat indonesia. Berikan penyuluhan dan MODAL kepada masyarakat untuk mengembangkan peternakan di Indonesia.
BalasHapus"Untuk apalah gunanya mengimpor sapi australia sebanyak-banyaknya/berlebihan, tanpa melihat besar konsumsi yang memang betul-betul di butuhkan"
Tolong di manfaatkan Sumber Daya kita sendiri.
Hapuskan itu KKN dari pejabat-pejabat/instansi.!!!!
Masa negara indonesia yang potensinya sangat baik dalam bidang peternakan memiliki harga daging tertinggi didunia...???
anehhhh !!!!